FLASHNEWS

Rangkuman IPS Kelas 8 Semester Ganjil Materi Pengaruh Konvensi Lahan Pertanian ke Industri dan Pemukiman



Materi Pengaruh Konvensi Lahan Pertanian ke Industri dan Pemukiman terhadap Perubahan Ruang dan Interaksi Antarruang 

Seiring dengan perjalanan waktu.Perubahan tata ruang suatu tempat cepat sekali terjadi.Hal ini terjadi lantaran alih fungsi lahan alias Konversi yang marak diberbagai tempat. 


Utomo dkk (1992) dalam kolokium kpmipb.wordpress.com (2012) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.


Konversi lahan merupakan konsekuensi dari peningkatan kegiatan dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Alih fungsi lahan pada merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif.


Para siswa Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor meliputi:

1. Faktor eksternal ,adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi, 

2. Faktor internal (kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan), dan faktor 

3 kebijakan (aspek regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian).


Atas dasar pernyataan tersebut diatas sehingga dapat disarikan bahwa terjadinya proses alih fungsi lahan dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Faktor kependudukan. 

Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah untuk perumahan, jasa, industri, dan fasilitas umum lainnya. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan akibat peningkatan intensitas kegiatan masyarakat, seperti, pusat perbelanjaan, jalan tol, tempat rekreasi, dan sarana lainnya.


2. Kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian

antara lain pembangunan real estate, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan jasa-jasa lainnya yang  memerlukan lahan yang luas, sebagian diantaranya berasal dari lahan pertanian termasuk sawah.


Lokasi di sekitar kota yang sebelumnya didominasi oleh penggunaan lahan pertanian, menjadi sasaran pengembangan kegiatan non pertanian mengingat 

harganya yang relatif murah serta telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang seperti jalan raya, listrik, telepon, air bersih, dan fasilitas lainnya.


3.Faktor Ekonomi

karena faktor kebutuhan keluarga petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha atau keperluan keluarga lainnya (pendidikan, mencari pekerjaan non pertanian, atau lainnya) membuat petani tidak menjual sebagian lahan pertaniannya.


4. Faktor Sosial Budaya

antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimum skala ekonomi usaha yang menguntungkan


Berikut beberapa dampak alih fungsi lahan pertanian :

1. Berkurangnya lahan pertanian

Dengan adanya alih fungsi lahan menjadi non-pertanian, maka otomatis lahan pertanian menjadi semakin berkurang. 

Hal ini tentu saja memberi dampak negatif ke berbagai bidang baik secara langsung maupun tidak langsung.


2. Menurunnya produksi pangan nasional

Akibat lahan pertanian yang semakin sedikit, maka hasil produksi juga akan terganggu. Dalam skala besar, stabilitas pangan nasional juga akan sulit tercapai. Mengingat jumlah penduduk yang semakin meningkat tiap tahunnya sehingga kebutuhan pangan juga bertambah, namun lahan pertanian justru semakin berkurang.


3. Mengancam keseimbangan ekosistem

Dengan berbagai keanekaragaman populasi di dalamnya, sawah atau lahan-lahan pertanian lainnya merupakan ekosistem alami bagi beberapa binatang. Sehingga jika lahan tersebut mengalami perubahan fungsi, binatang-binatang tersebut akan kehilangan tempat tinggal dan bisa mengganggu ke permukiman warga. Selain itu, adanya lahan pertanian juga membuat air hujan termanfaatkan dengan baik sehingga mengurangi resiko penyebab banjir saat musim penghujan.


4. Sarana prasarana pertanian menjadi tidak terpakai

Untuk membantu peningkatan produk pertanian, pemerintah telah menganggarkan biaya untuk membangun sarana dan prasarana pertanian. Dalam sistem pengairan misalnya, akan banyak kita jumpai proyek-proyek berbagai jenis jenis irigasidari pemerintah, mulai dari membangun bendungan, membangun drainase, serta infrastruktur lain yang ditujukan untuk pertanian. Sehingga jika lahan pertanian tersebut beralih fungsi, maka sarana dan prasarana tersebut menjadi tidak terpakai lagi.


5. Banyak buruh tani kehilangan pekerjaan

Buruh tani adalah orang-orang yang tidak mempunyai lahan pertanian melainkan menawarkan tenaga mereka untuk mengolah lahan orang lain yang butuh tenaga. Sehingga jika lahan pertanian beralih fungsi dan menjadi semakin sedikit, maka buruh-buruh tani tersebut terancam akan kehilangan mata pencaharian mereka.


6. Harga pangan semakin mahal

Ketika produksi hasil pertanian semakin menurun, tentu saja bahan-bahan pangan di pasaran akan semakin sulit dijumpai. Hal ini tentu saja akan dimanfaatkan sebaik mungkin bagi para produsen maupun pedagang untuk memperoleh keuntungan besar. Maka tidak heran jika kemudian harga-harga pangan tersebut menjadi mahal


7. Tingginya angka urbanisasi

Sebagian besar kawasan pertanian terletak di daerah pedesaan. Sehingga ketika terjadi alih fungsi lahan pertanian yang mengakibatkan lapangan pekerjaan bagi sebagian orang tertutup, maka yang terjadi selanjutnya adalah angka urbanisasi meningkat. Orang-orang dari desa akan berbondong-bondong pergi ke kota dengan harapan mendapat pekerjaan yang lebih layak. Padahal bisa jadi setelah sampai di kota keadaan mereka tidak berubah karena persaingan semakin ketat


a.Konversi lahan pertanian ke Industri

Lahan pertanian di Provinsi Jawa Tengah terus berkurang karena beralih fungsi. “Berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BTN), jika dirata-rata, lahan yang mengalami alih fungsi sekitar 700 hektare per tahun,” kata Kepala Dinas Pertanian Jawa Tengah Suryo Banendro, Selasa, 9 Agustus 2016. Pada 2013, lahan pertanian mencapai 2.835 hektare. Angka itu menyusut 720,21 hektare pada 2014 dan berkurang lagi 700 hektare pada 2015. Lahan pertanian beralih fungsi menjadi perumahan, industri, hingga proyek-proyek infrastruktur. ( Tempo.co.9/8/2016)

Konversi lahan pertanian ke Industribiasanya terjadi di kawasan pinggiran perkotaan .Biasanya, pemilik perusahaan mendirikan industri di sana karena beberapa alasan, di antaranya sebagai berikut.

1. Pembangunan industri lebih memilih lahan yang strategis. Sebagian besar lahan strategis tersebut merupakan lahan pertanian.

2. Harga lahan pertanian relatif lebih murah dibandingkan dengan lahan terbangun.

3. Pembangunan industri memilih akses yang lebih mudah.

4. Industri dibangun dekat dengan bahan baku lahan pertanian menjadi pilihan yangbaik.

5. Faktor sosial dan budaya hukum waris.

Penggunaan lahan dalam pembangunan industri memerlukan perhatian beberapa negara . Pasalnya, tidak semua industri yang akan atau sudah dibangun berada di lahan yang tepat dan tidak menempati lahan produktif seperti lahan pertanian.Harapan dari banyak pihak pembangunan Industri jangan sampai mengganggu produktivitas pertanian. 


Alih fungsi lahan ke Industri harus ada keseimbangan. Berbagai masalah akan timbul akibat konversi lahan dari lahan pertanian menjadi industri, antara lain:

1. Lahan pertanian berkurang, yang membuat produktivitas pangan dari pertanian menurun.

2. Lahan pertanian sekitar industri berpotensi terkena imbas pencemaran akibat limbah atau polusi dari industri baik tanah, air, maupun udara.

3. Konversi lahan itu menular, yang mengancam ketersediaan lahan pertanian.


Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian

Dalam rangka perlindungan dan pengendalian lahan pertanian secara menyeluruh dapat ditempuh melalui 3 (tiga) strategi,  yaitu :


1. Memperkecil peluang terjadinya konversi

Dalam rangka memperkecil peluang terjadinya konversi lahan sawah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran dapat berupa insentif kepada pemilik sawah yang berpotensi untuk dirubah. Dari sisi permintaan pengendalian sawah dapat ditempuh melalui:

a.  mengembangkan pajak tanah yang progresif;

b. meningkatkan efisiensi kebutuhan lahan untuk non pertanian sehingga tidak ada tanah yang terlantar.

c. mengembangkan prinsip hemat lahan untuk industri, perumahan dan perdagangan misalnya pembangunan rumah susun.


2. Mengendalikan Kegiatan Konservasi Lahan

Hal ini bias dikakukan dengan cara :

a. membatasi konversi lahan sawah yang memiliki produktivitas tinggi, menyerap tenaga kerja pertanian tinggi, dan mempunyai fungsi lingkungan tinggi.

b. mengarahkan kegiatan konversi lahan pertanian untuk pembangunan kawasan industri, perdagangan, dan perumahan pada kawasan yang kurang produktif.

c. membatasu luas lahan yang dikonversi di setiap kabupaten/kota yang mengacu pada kemampuan pengadaan pangan mandiri.

d. menetapkan Kawasan Pangan Abadi yang tidak boleh dikonversi, dengan pemberian insentif bagi pemilik lahan.


3. Instrumen Pengendalian Konservasi Lahan

Instrumen yang dapat digunakan untuk perlindungan dan pengendalian lahan sawah adalah melalui instrumen yuridis dan non yuridis, yaitu:

a. instrumen yuridis berupa peraturan perundang-undangan yang mengikat (apabila memungkinkan setingkat undang-undang) dengan ketentuan sanksi yang memadai.

b. instrumen insentif dan disinsentif bagi pemilik lahan sawah dan pemerintah daerah setempat.

c. pengalokasian dana dekonsentrasi untuk mendorong pemerintah daerah dalam mengendalikan konversi lahan pertanian terutama sawah.

d. Instrumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan perizinan lokasi.


b. Konversi lahan pertanian ke pemukiman

Menurut data dari Badan Pertanahan Nasional penyusutan lahan di Jawa setiap tahun 150 – 200 ribu hektar. Penyusutan tersebut disebabkan banyak petani yang melepas hak milik atas tanahnya.

Ada dua alas an petani menjual tanahnya kepada pengembang atau investor

1. Kebutuhan akan biaya dimana biaya perawatan dan penghasilan tidak seimbang

2. Kondisi tanah kurang bagus.


Beberapa faktor perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman yaitu:

1. Luas lahan,

2. pendapatan, 

3. jumlah tanggungan keluarga, 

4. harga lahan saat dijual

5. Jarak ke pusat kota dan 

6. Ketersediaan Infrastruktur.

Konversi lahan pertanian menjadi permukiman terhadap ketahanan pangan dan strategi dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Konversi lahan pertanian menjadi permukiman diimbangi dengan pencetakan sawah dari lahan hutan.

2. Konversi lahan pertanian berdampak positif terhadap ketahanan pangan jika dimbangi dengan meningkatnya pencetakan lahan pertanian\

3. Strategi kebijakan dalam meningkatkan hasil pertanian dalam upaya ketahanan pangan yaitu dengan melindungi keberadaan sawah, mencetak lahan pertanian dengan kaidah ramah lingkugan serta menigkatkan aksesbilitas antara daerah agar terjalin hubungan yang saling menguntungkan.

Terjadinya percepatan alih fungsi lahan sawah menjadi pemukiman memang tidak bias dihindari namun dapat di hambat.sehinnga para pemerrhati akan hal tersebut menyarankan hal – hal sebagai berikut :

1. Usaha konversi lahan pertanian menjadi lahan permukiman sebaiknya diimbangi dengan usaha dalam meningkatkan produktivitas pertanian secara berkesinambungan.

2. Usaha meningkatkan produktivitas pertanian dalam upaya peningkatan ketahanan pangan sebaiknya tidak hanya dengan ekstensifikasi namun juga denga intensifikasi agar hasil optimal tanpa mengurangi lahan hutan.

3. Strategi kebijakan yang dibuat sebaiknya sesuai dengan kultur budaya masyarakat setempat agar terjadi sinergisitas yang baik antara masyarakat, pihak swasta dan pemerintah setempat 


Bagi Anda yang membutuhkan Rangkuman IPS Kelas 8 Semester Ganjil Materi Pengaruh Konvensi Lahan Pertanian ke Industri dan Pemukiman  silakan download disini