FLASHNEWS

Cerpen : Antara Cinta dan Kesetiaan

Cinta (Sumber gambar

Cinta adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus, tumbuhlah oleh karena embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipuan, langkah serong, dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur, di sana akan tumbuh kesucian hati, keikhlasan, setia, budi pekerti yang tinggi, dan lain-lain perangai yang terpuji ” (Hamka).


Begitulah cinta, apa yang diuraikan Hamka di atas betul. Boleh jadi gagalnya cintaku padamu karena kamu bukan yang terbaik untuk kehidupanku. Berakhirnya jalinan kasih yang bertahun-tahun kami ukir bersama boleh jadi suatu hari nanti bukan cinta yang ada, namun kedustaan dan ketidaksetiaan. 


Cinta adalah sebentuk rasa yang penuh rahasia, kadang kuberlari mengejarnya tapi ia semakin menjauh, sementara di waktu yang lain datang cinta yang tidak kita inginkan, bahkan aku merasakan  cinta datang terlambat manakala hati sudah meneken kontrak. Kenapa baru hari ini kamu datang dengan segenggam cinta, kenapa tidak kemarin saat aku begitu mengharap kehadiranmu? Kenapa baru hari ini kau bilang cinta padaku, kenapa tidak kemarin saat aku menunggu kata-kata itu kau ucapkan untukku? Sayang, hari ini aku bukanlah aku  yang kemarin, aku yang menghabiskan waktuku dengan tangis dan air mata, aku yang senantiasa setia menunggu hadirmu. 

Maaf, aku telah memilih yang lain, memilih dia yang menerima aku apa adanya, mencintaiku sepenuh jiwa, mendampingiku penuh keikhlasan. Dia yang menyanjungku bukan karena kecantikanku melainkan membesarkan hatiku karena aku wanita biasa yang banyak kekurangannya. Begitu teduh tatapannya, begitu cemburunya ia kepadaku. bukan karena aku memikirkanmu, tapi karena dia mengkhawatirkanku akan berpaling kepada orang lain. Betapa dia mencintaiku sehingga mau menerima aku apa adanya. Ternyata cinta itu lebih indah saat kita saling mencintai, dan bagiku lebih bermakna karena aku lebih dicintai. Mengapa begitu? Jika kamu ingin tahu jawabannya, ingatkah kamu ketika hampir tiap hari mataku sembab karena menangis memikirkanmu yang tak pernah menghiraukan perasaanku. Pernahkah kamu menanyakan mengapa aku menangis? Karena aku mencintaimu.

Ketika hari ini kamu hadir, kamu bilang maafkan dulu aku belum mampu untuk menikah, aku belum sukses, aku tak mungkin datang di saat aku belum bekerja.  Kamu meragukan kesetiaanku, berprasangka aku akan menolak kehadiranmu. Dulu aku mencintaimu saat kamu belum menjadi siapa-siapa, belum punya apa-apa, aku mencintai apa adanya. 

Tolong jangan usik kehidupanku lagi, izinkan aku menjalani hari-hariku bersama dia yang mempercayaiku menjadi ibu dari anak-anaknya, memberikan amanah untuk tetap mendidik dan merawat sendiri putra-putrinya. Dia yang mencurahkan seluruh waktu dan kehidupannya untuk keluarga kami, dia yang sudah berjanji menjadi imam yang baik bagi keluarga kecil kami. 

Hadirmu membuatku gundah gulana, aku manusia biasa yang tak lepas dari tipisnya iman di dada. Jujur aku masih mencintaimu, tapi nasi sudah menjadi bubur. Tak ada gunanya disesali, tak akan mungkin aku kembali kepadamu. Takdir telah berkata lain, anggap saja pertemuan kita sebagai sandiwara yang mewarnai perjalanan hidup. Andai Tuhan tidak mempertemukan kita, maka tidak akan ada cerita cinta. 
Sejenak aku berhenti  menarikan jemariku di atas papan keyboard, kulirik telepon genggam disampingku,  beberapa pesan darimu hadir kembali. Mengapa kamu tidak mengindahkan pesanku? Bukankah aku tidak menginginkan kehadiranmu kembali? Sekalipun begitu aku tidak kuasa menghapus pesanmu tanpa mengetahui apa isinya. 

“Assalamu’alaikum Wr.Wb, selamat pagi Nisa. Apa kabarmu hari ini,” pesan yang pertama hanya kubaca, kubuka pesan kedua.

“Izinkan aku bertemu kamu, sekalipun hanya 5 menit.” lanjut kubuka pesan yang ketiga…

“Ada yang penting akan aku sampaikan kepadamu,” 

“Waalaikumsalam Wr.Wb. Selamat  pagi juga. Mohon maaf aku belum ada waktu, suatu hari jika Tuhan mengizinkan kita akan bertemu. 

Maafkan aku, bukan tidak mau bertemu denganmu akan tetapi pertemuan kita nanti akan membuat hati kita terasa tersakiti. Jika aku mengetahui apa yang hendak kamu sampaikan kepadaku belum tentu aku mau mengerti. Bisa jadi hal itu akan menambah pedihnya perasaanku, bisa jadi akan membuka luka lama yang sudah hampir sembuh. Percayalah aku masih menyisakan sedikit ruang dihatiku untukmu, untuk orang yang dulu pernah mengajariku tetap tegar dan mau menerima bahwa cinta itu tak selamanya indah, tak harus memiliki. Kamu yang mengajariku untuk setia menunggu, sekalipun tak pernah tahu kapan kamu akan kembali. 

“Hanya 5 menit, Nis. Beri aku kesempatan menjelaskan yang terjadi, biar aku tidak merasa bersalah selama hidupku,” 

“Saya sudah melupakan semuanya,” jawabku singkat

“Tapi aku merasa bersalah, aku harus ketemu.”

Tuhan, beri aku kekuatan untuk menghadapi kenyataan. Izinkan aku untuk menemuinya, agar aku mengetahui apa yang terjadi.

“Baiklah kalau kamu memaksa ingin bertemu denganku, datanglah ke kantorku besuk selasa, jam 12.00. Alamat kantorku di jalan Hayam Wuruk No. 46.”

“Ok, terima kasih.Nis. Sampai ketemu besuk.”
*******

Membayangkan pertemuan hari ini rasanya dingin seluruh tubuhku, masih saja ada perasaan malu dan berdebar entahlah. Kubolak-balik lembaran kertas kerja di meja untuk menutupi kegalauan ini, seperti apa ya wajahnya setelah berpisah dua puluh tahun. Masih seperti dulukah? Ach pasti sudah tua, umur kami sudah lebih dari empat puluh tahun. 

“Bu Nisa, ada tamu,” kata Mbak Sri mengagetkan lamunanku.

“Ok, di suruh menunggu sebentar,” 

“Ya bu.”

Berdebar dan salah tingkah aku, rupanya tidak mudah menyembunyikan perasaan ini. Kulihat di kursi ruang tamu  duduk seseorang  yang dulu pernah kutunggu kehadirannya. Baju biru muda dan celana jeans yang dikenakan rapi masih seperti yang dulu.

“Assalamualaikum,” sapaku 

“Waalaikumsalam Nisa, terima kasih sudah memberi kesempatan kepadaku untuk menjelaskan semua yang terjadi,”

“Yah, ingat aku tidak punya banyak waktu,”

“Nis, maafkan aku tidak menghubungimu dulu. Setelah lulus kuliah dulu, aku diterima kerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang property. Tapi sayang sekali krisis moneter telah memporakporandakan perekonomian bangsa, hingga banyak perusahaan yang gulung tikar. Aku salah satu yang kena imbasnya, pimpinan perusahaan kena masalah hukum, perusahaan goyah dan banyak karyawan yang terpaksa resign. Mencari kerja di tahun itu sulit luar biasa, untuk menyambung hidup aku pernah kerja serabutan dan menjadi tukang ojek. Semua kujalani hanya untuk menyambung hidup, sama sekali tidak terpikir untuk menikah,” kuperhatikan wajahnya, ada kejujuran dalam ceritanya.

“Sudah selesai ceritanya?” kataku sambil beranjak dari kursi.

“Jangan pergi dulu, Nis. Sebentar saya lanjutkan ceritaku. Selama di Jakarta itu aku berdua dengan adikku. Aku tidak pernah pacaran, kalau tidak percaya tanyakan adikku. Ketika aku sudah mendapatkan pekerjaan, aku mendengar kamu menikah. Ada rasa bersalah, karena aku tidak memberi kabar kepadamu. Maafkan aku, Nis.”

“Tak ada yang perlu dimaafkan, jangan membuka luka lama lebih dalam. Sudah lima menit, aku akan melanjutkan aktivitasku,” aku sama sekali tidak menjelaskan alasan mengapa aku menikah dan meninggalkanmu.

“Baiklah izinkan aku untuk tetap menjalin silaturahmi,”

“Terima kasih, kita sudah memiliki keluarga sendiri-sendiri. Mungkin lebih baik untuk menjaga jarak, jangan sering menghubungiku karena itu mengganggu aku.”

Aku bangkit dari kursi, sambil mempersilakan kamu meninggalkan ruang tamu  di kantorku. Mohon maaf aku tidak mengantarmu sampai pintu gerbang. Ingin rasanya tapi untuk apa? Kehadiranmu membuat aku terbangun dari mimpi buruk, mengingatkan aku setiap hari menuliskan kepedihan di buku diaryku. Tanpa kamu memperdulikanku. Sudahlah kututup cerita kita sampai disini saja. Jangan lagi kamu mengganggu kehidupanku. Aku memilih untuk setia kepada suamiku.

Cinta dan kesetiaan
Indah dikenang 
Namun menyakitkan
Tak pernah kumenginginkan kehadiranmu
Apalagi kembali bersamamu

Dunia kita berbeda
Aku telah berdua
Nikmati dan jalani kehidupan baru kini

Kesetiaanku teruji 
Entah akan setegar apa aku
Setegar batu karang yang terhempas gelombang? Ataukah
Engkau kembali permainkan hatiku?
Tuhan beri aku kekuatan
Izinkan aku menghapus kerinduan ini
Aku akan memilih setia 
Akan tetap setia sampai
Nanti…..
*********

*Telah diterbitkan dalam buku Warna Warni Cinta